Jalak bali (Leucopsar rothschildi) adalah spesies endemik Bali yang masih bertahan dan selamat dari kepunahan. Sebelumnya nasib berbeda terjadi pada harimau bali (Panthera tigris balica) yang dinyatakan punah tahun 1937 karena kehilangan habitat dan akibat perburuan. Semoga saja itu tidak terjadi pada jalak bali!
Jalak bali adalah jenis burung berkicau dengan ukuran tubuh sekira 25 cm. Fisik jalak bali begitu menawan dapat dikenali dengan ciri fisik paling menonjol yaitu warna bulu hampir seluruhnya putih bersih kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak bali mempunyai jambul yang indah baik pada jantan maupun betina, memiliki mata berwarna coklat, bagian pipi yang tak berbulu, serta warna biru terang membingkai matanya nampak kontras dengan warna bulunya putih. Paruh burung jalak bali berbentuk runcing dengan panjang 2–5 cm, berwarna abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara jalak bali betina dan jantan kecuali ukuran tubuh jantan yang lebih besar dan memiliki kucir yang lebih panjang.
Burung jalak bali biasa berkembang biak pada musim penghujan atau berkisar antara November hingga Mei. Telurnya berwarna hijau kebiruan berbentuk oval dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan terkecil 2 cm.
Jalak bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann, seorang ahli burung berkebangsaan Inggris pada 24 Maret 1911. Stressmann secara tak sengaja menemukan burung ini saat ia tinggal di sekitar wilayah Singaraja selama 3 bulan. Dr. Baron Stressman sampai di sana karena melakukan pendaratan mendadak akibat kapal Ekspedisi Maluku II yang ditumpanginya mengalami kerusakan. Dr. Baron Stressman menemukan jalak bali di Desa Bubunan, sekira 50 km dari Singaraja dan mengkategorikannya sebagai spesies burung endemik yang langka dan berbeda dengan jenis lain dari seluruh spesimen.
Tahun 1925, Dr. Baron Viktor von Plesen melakukan penelitian lanjutan mengenai jalak bali dan menyimpulkan bahwa penyebaran jalak bali hanya meliputi Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk, yaitu hanya sekira 320 km². Atas dasar inilah diketahui bahwa jalak bali adalah satwa endemik yang habitat aslinya tidak ditemukan di belahan bumi manapun kecuali di Bali bagian Barat, yaitu di Semenanjung Prapat Agung, tepatnya di Teluk Brumbun dan Teluk Kelor atau berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Nama latin jalak bali yaitu Leucopsar rothschildi diambil dari nama pakar hewan berkebangsaan Inggris, yaitu Walter Rothschild. Rothschild merupakan orang pertama yang mendeskripsikan dan mepublikasikan jalak bali ke dunia tahun 1912.
Tahun 1928, sebanyak 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggris untuk tujuan penangkaran dan berhasil dikembangbiakkan tahun 1931. Kebun Binatang Sandiego di Amerika Serikat juga turut mengembangbiakkan jalak bali tahun 1962. Ketika pertama kali diidentifikasi tahun 1910, jumlah jalak bali yang hidup di alam liar diperkirakan 300-900 ekor. Tahun 1990, populasi burung cantik dan elok ini berkurang drastis menjadi 15 ekor. Pada 2001, diduga jalak bali hanya tinggal 6 ekor saja dan berada dalam status kritis (terancam punah). Tahun 2005, sejumlah jalak bali hasil penangkaran dilepaskan ke alam liar dan menambah populasinya di habitat asli sejumlah 24 ekor. Tahun 2008, sekira 50 ekor diperkirakan hidup bebas di kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Penyebab kepunahan dan penurunan populasi jalak bali di alam liar adalah karena perburuan, penangkapan, dan perdagangan liar. Burung berkicau cantik ini memang menjadi incaran para kolektor dan pemelihara burung. Selain karena keelokan dan kicauannya, statusnya yang endemik dan langka menambah nilai tinggi burung ini untuk diburu dan diperdagangkan dengan harga mencapai ratusan juta rupiah. Padahal, konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) telah mendaftarkan jalak bali ke dalam Appendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Selain penangkapan liar, terancamnya habitat hutan (deforesasi) dan terbatasnya daerah sebaran burung ini adalah penyebab lain yang mendorong kepunahannya.
Saat ini, populasi jalak bali lebih banyak yang hidup di penangkaran (sekira 1.000 ekor) daripada di alam liar. Hal ini tentu saja merupakan salah satu usaha mencegah kepunahan. Salah satu pusat penangkaran jalak bali didirikan sejak 1995, berada di kawasan Buleleng, Bali. Keberadaan hewan endemik yang dilindungi undang-undang ini juga termasuk jenis satwa dalam penangkaran di sejumlah kebun binatang di seluruh dunia.
Perlindungan hukum untuk menyelamatkan burung maskot Bali ini ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, jalak bali ditetapkan sebagai satwa langka yang nyaris punah dan tidak boleh diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam). Selain itu, kasus jalak bali juga tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999 dan ada dalam kententuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Ketentuan ini berisi perihal denda dan hukuman bagi mereka yang dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi ini.
Ciri-ciri dan Karakteristik Jalak Bali
Jalak bali mempunyai fisik yang amat unik. Ukuran tubuhnya termasuk dalam kategori sedang berkisaran antara 22 hinggan 26 cm waktu dewasa. Mempunyai bulu putih di semua tubuhnya, jika pada ujung ekor serta sayapnya berwarna hitam. Mata berwarna cokelat tua, area di sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan berwarna biru tua. Sisi bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, memiliki warna biru cerah serta kaki yang berwarna keabu-abuan. Namun di bagian belakang kepala ada bulu surai yang berwarna putih. Jalak bali memiliki kaki berwarna abu-abu dengan 4 jari jemari ( 1 ke belakang serta 3 ke depan ). Paruh runcing dengan panjang antara 2 – 5 cm, dengan wujud yang khas di mana di bagian atasnya ada peninggian yang memipih tegak. Warna abu-abu agak kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecokelat-cokelatan. Sukar membedakan ukuran badan burung jalak bali jantan dengan betina, tetapi secara umum yang jantan agak semakin besar serta mempunyai kuncir yang lebih panjang. Jalak bali adalah type burung omnivora.
Makanan Jalak Bali
Di alam liar jalak bali punya kebiasaan mengonsumsi buah-buahan hutan, ulat serta serangga yang ada melimpah. Untuk area tinggal, jalak bali biasa melacak lubang dipohon untuk berlindung serta bertelur. Mereka dapat memasuki periode kawin pada bln. September-maret yang ditandai dengan berpasangan burung jantan serta betina. Periode bertelur berlangsung pada bln. Januari-maret. Jumlah telur yang dihasilkan sejumlah 2-4 butir dengan warna hijau kebiruan berdiameter rata-rata 3 cm. Jalak bali terhitung mempunyai presentase penetasan yang rendah dikarenakan cuma satu atau dua butir saja yang menetas. Perihal tersebut adalah di antara pemicu susahnya mengembangkan populasi jalak bali.
Jalak bali adalah jenis burung berkicau dengan ukuran tubuh sekira 25 cm. Fisik jalak bali begitu menawan dapat dikenali dengan ciri fisik paling menonjol yaitu warna bulu hampir seluruhnya putih bersih kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Jalak bali mempunyai jambul yang indah baik pada jantan maupun betina, memiliki mata berwarna coklat, bagian pipi yang tak berbulu, serta warna biru terang membingkai matanya nampak kontras dengan warna bulunya putih. Paruh burung jalak bali berbentuk runcing dengan panjang 2–5 cm, berwarna abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan. Tidak ada perbedaan yang mencolok antara jalak bali betina dan jantan kecuali ukuran tubuh jantan yang lebih besar dan memiliki kucir yang lebih panjang.
Burung jalak bali biasa berkembang biak pada musim penghujan atau berkisar antara November hingga Mei. Telurnya berwarna hijau kebiruan berbentuk oval dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan terkecil 2 cm.
Jalak bali ditemukan pertama kali oleh Dr. Baron Stressmann, seorang ahli burung berkebangsaan Inggris pada 24 Maret 1911. Stressmann secara tak sengaja menemukan burung ini saat ia tinggal di sekitar wilayah Singaraja selama 3 bulan. Dr. Baron Stressman sampai di sana karena melakukan pendaratan mendadak akibat kapal Ekspedisi Maluku II yang ditumpanginya mengalami kerusakan. Dr. Baron Stressman menemukan jalak bali di Desa Bubunan, sekira 50 km dari Singaraja dan mengkategorikannya sebagai spesies burung endemik yang langka dan berbeda dengan jenis lain dari seluruh spesimen.
Tahun 1925, Dr. Baron Viktor von Plesen melakukan penelitian lanjutan mengenai jalak bali dan menyimpulkan bahwa penyebaran jalak bali hanya meliputi Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk, yaitu hanya sekira 320 km². Atas dasar inilah diketahui bahwa jalak bali adalah satwa endemik yang habitat aslinya tidak ditemukan di belahan bumi manapun kecuali di Bali bagian Barat, yaitu di Semenanjung Prapat Agung, tepatnya di Teluk Brumbun dan Teluk Kelor atau berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
Nama latin jalak bali yaitu Leucopsar rothschildi diambil dari nama pakar hewan berkebangsaan Inggris, yaitu Walter Rothschild. Rothschild merupakan orang pertama yang mendeskripsikan dan mepublikasikan jalak bali ke dunia tahun 1912.
Tahun 1928, sebanyak 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggris untuk tujuan penangkaran dan berhasil dikembangbiakkan tahun 1931. Kebun Binatang Sandiego di Amerika Serikat juga turut mengembangbiakkan jalak bali tahun 1962. Ketika pertama kali diidentifikasi tahun 1910, jumlah jalak bali yang hidup di alam liar diperkirakan 300-900 ekor. Tahun 1990, populasi burung cantik dan elok ini berkurang drastis menjadi 15 ekor. Pada 2001, diduga jalak bali hanya tinggal 6 ekor saja dan berada dalam status kritis (terancam punah). Tahun 2005, sejumlah jalak bali hasil penangkaran dilepaskan ke alam liar dan menambah populasinya di habitat asli sejumlah 24 ekor. Tahun 2008, sekira 50 ekor diperkirakan hidup bebas di kawasan Taman Nasional Bali Barat.
Penyebab kepunahan dan penurunan populasi jalak bali di alam liar adalah karena perburuan, penangkapan, dan perdagangan liar. Burung berkicau cantik ini memang menjadi incaran para kolektor dan pemelihara burung. Selain karena keelokan dan kicauannya, statusnya yang endemik dan langka menambah nilai tinggi burung ini untuk diburu dan diperdagangkan dengan harga mencapai ratusan juta rupiah. Padahal, konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna and flora) telah mendaftarkan jalak bali ke dalam Appendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan. Selain penangkapan liar, terancamnya habitat hutan (deforesasi) dan terbatasnya daerah sebaran burung ini adalah penyebab lain yang mendorong kepunahannya.
Saat ini, populasi jalak bali lebih banyak yang hidup di penangkaran (sekira 1.000 ekor) daripada di alam liar. Hal ini tentu saja merupakan salah satu usaha mencegah kepunahan. Salah satu pusat penangkaran jalak bali didirikan sejak 1995, berada di kawasan Buleleng, Bali. Keberadaan hewan endemik yang dilindungi undang-undang ini juga termasuk jenis satwa dalam penangkaran di sejumlah kebun binatang di seluruh dunia.
Perlindungan hukum untuk menyelamatkan burung maskot Bali ini ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, jalak bali ditetapkan sebagai satwa langka yang nyaris punah dan tidak boleh diperdagangkan kecuali hasil penangkaran dari generasi ketiga (indukan bukan dari alam). Selain itu, kasus jalak bali juga tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999 dan ada dalam kententuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Ketentuan ini berisi perihal denda dan hukuman bagi mereka yang dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi ini.
Ciri-ciri dan Karakteristik Jalak Bali
Jalak bali mempunyai fisik yang amat unik. Ukuran tubuhnya termasuk dalam kategori sedang berkisaran antara 22 hinggan 26 cm waktu dewasa. Mempunyai bulu putih di semua tubuhnya, jika pada ujung ekor serta sayapnya berwarna hitam. Mata berwarna cokelat tua, area di sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan berwarna biru tua. Sisi bagian pipi yang tidak ditumbuhi bulu, memiliki warna biru cerah serta kaki yang berwarna keabu-abuan. Namun di bagian belakang kepala ada bulu surai yang berwarna putih. Jalak bali memiliki kaki berwarna abu-abu dengan 4 jari jemari ( 1 ke belakang serta 3 ke depan ). Paruh runcing dengan panjang antara 2 – 5 cm, dengan wujud yang khas di mana di bagian atasnya ada peninggian yang memipih tegak. Warna abu-abu agak kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecokelat-cokelatan. Sukar membedakan ukuran badan burung jalak bali jantan dengan betina, tetapi secara umum yang jantan agak semakin besar serta mempunyai kuncir yang lebih panjang. Jalak bali adalah type burung omnivora.
Makanan Jalak Bali
Di alam liar jalak bali punya kebiasaan mengonsumsi buah-buahan hutan, ulat serta serangga yang ada melimpah. Untuk area tinggal, jalak bali biasa melacak lubang dipohon untuk berlindung serta bertelur. Mereka dapat memasuki periode kawin pada bln. September-maret yang ditandai dengan berpasangan burung jantan serta betina. Periode bertelur berlangsung pada bln. Januari-maret. Jumlah telur yang dihasilkan sejumlah 2-4 butir dengan warna hijau kebiruan berdiameter rata-rata 3 cm. Jalak bali terhitung mempunyai presentase penetasan yang rendah dikarenakan cuma satu atau dua butir saja yang menetas. Perihal tersebut adalah di antara pemicu susahnya mengembangkan populasi jalak bali.
0 komentar:
Post a Comment